Quote Originally Posted by bitcoinolin View Post
Dalam negeri aja ribu mulu

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump angkat suara perihal peristiwa bentrokan yang terjadi antara pendemo Black Lives Matter dan pendukung Trump di Portland, Oregon, AS, Sabtu (29/8/2020) waktu setempat. Dalam peristiwa itu, satu orang dilaporkan tewas.

Dalam kicauan di akun Twitter pribadi @realdonaldtrump yang dikutip CNBC Indonesia, Minggu (30/8/2020), Trump menilai bentrokan tidak perlu terjadi apabila pemerintah setempat menyetujui bantuan pemerintah pusat via Garda Nasional.

"Garda Nasional bisa menyelesaikan masalah dalam waktu kurang dari satu jam. Otoritas lokal harus bertindak sebelum terlambat. Masyarakat Portland dan wilayah-wilayah yang dipimpin kader Partai Demokrat muak dengan Schumer (Senator AS Chuck Schumer), Pelosi (Ketua Kongres AS Nancy Pelosi), dan pemimpin lokal mereka. Mereka menginginkan ketertiban hukum," tulis Trump.

Tak ketinggalan, Trump mengkritisi kepemimpinan Wali Kota Portland Ted Wheeler.

"Wheeler tidak kompeten, mirip Sleepy Joe Biden (capres AS dari Partai Demokrat). Ini adalah sesuatu yang tidak diinginkan masyarakat. Mereka menginginkan keamanan dan tidak menginginkan kepolisian dilemahkan," tulis Trump.
Partai Republik menarik semua penghentian konvensi mereka untuk meyakinkan pemilih wanita bahwa Presiden Donald Trump peduli dengan kepentingan mereka, bahkan berjanji untuk menempatkan seorang wanita di bulan dengan jajak pendapat yang menunjukkan bahwa dia telah kalah dengan wanita karena kekhawatiran mereka tentang dia meningkat.

Kesenjangan gender yang nyaris tidak bisa diatasi Trump pada tahun 2016 semakin melebar. Polling musim panas ini menunjukkan bahwa pemilih perempuan tidak hanya keberatan dengan kepribadiannya, tetapi juga preferensinya terhadap tanggapan militeristik yang berat terhadap pengunjuk rasa keadilan rasial.

Sementara Partai Republik secara tradisional menghadapi kesenjangan gender dalam pemilihan presiden, "besarnya perbedaan kali ini lebih besar dengan Trump," kata Susan Carroll, seorang sarjana senior di Pusat Wanita Amerika dan Politik di Universitas Rutgers. “Dia pasti punya masalah